KELANJUTAN KASUS PENCABULAN, BEBERAPA PIHAK ANGKAT BICARA
Oleh : Ega Yoga Pratama
Reporter : Rizki Fajar
Terduga
tindak pidana pencabulan, RH dosen FISIP UNEJ yang telah dilaporkan oleh ibu
korban sejak 29 Maret terus berlanjut. Kasus tersebut didampingi oleh LBH Jantera sebagai kuasa hukumnya, proses penanganan kasus sedang pada tahap pemeriksaan oleh
Polres Jember.
Tim
Imparsial mencoba menghubungi Iptu Dyah Vitasari selaku Kanit PPA Polres
Jember. “Sudah ada kesesuaian antara bukti visum dan keterangan saksi, sejauh ini
kami setidaknya telah mengantongi 4 bukti diantaranya itu surat visum, surat
keterangan ahli, sama keterangan saksi, jadi untuk syarat-sayarat penetapan
sebagai tersangka sudah memenuhi, selanjutnya akan kami panggil untuk BAP” Jelas
Iptu Dyah.
Berlanjut dari
pernyataan Rektor pada 7/4, bahwa pihak kampus akan membentuk tim investigasi
untuk dapat berperan aktif dalam menyelesaikan kasus ini sehingga dapat
terbitnya sebuah sanksi secara administrasi sesuai dengan Undang-Undang tentang
Aparatur Sipil Negara, Dr.Fanny Tanuwidjaya sebagai salah satu anggota Tim
Investigasi pun mengungkapkan bahwa Tim Investigasi ini akan segera melakukan
investigasinya.
Ketika
ditanya perihal ranah gerak investigasi ini ia menjawab “Ranah tim investigasi
ini berbeda dengan ranah investigasi dari kepolisian yang sesuai dengan hukum
pidana, tetapi investigasi yang kami lakukan perpegang pada hukum administrasi
terkait kepegawaian sesuai dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara” Tutur
Dr. Fanny
Selain
itu, kami juga menanyakan terkait hasil investigasi, ia menjawab “Kami belum
bisa me-rilis hasilnya, karena investigasi masih berlangsung dan nantinya akan
kami serahkan kepada Rektor terlebih dahulu, jadi mohon ditunggu” Pungkasnya.
Dr.
Fanny Tanuwidjaya merupakan Doktor Ilmu Hukum Pidana yang juga sebagai pengajar
di Fakultas Hukum Universitas Jember. Ia mengungkapkan bahwa kasus ini
merupakan delik biasa, yang berarti kasus ini dapat terus berlanjut meskipun
pihak pelapor mencabut laporannya. Ia juga mengungkapkan bahwa status RH kuat
untuk naik sebagai tersangka, karena bukti yang diperlukan sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah dua bukti.
Setelah
menemui Dr. Fanny, Tim kami coba menemui Dekan FISIP yang kami rasa perlu untuk
kami mintai pendapatnya terkait masalah ini. Djoko Poernomo, Dekan FISIP
mengatakan “Tim investigasi ini yang dibentuk secara kelembagaan dari beberapa
pihak kampus, ada yang ahli hukum dan juga rekan-rekan dari pihak fakultas yang
sudah mulai bekerja”
Sikap
Dekan juga sedang menunggu kepastian jawaban dari hasil tim investigasi,
mengenai penonaktifan status dosen di dalam kampus masih tidak ada kejelasan
karena dengan kondisi pandemi kuliah pun daring. “Karena kasus ini masih
berproses maka RH juga berproses mengajar barang kali ada yang bimbingan juga,
apapun nanti hasilnya ini tentu masuk ke dalam ranah hukum dan yang
ditunggu-tunggu juga mendapat jawaban pasti karena semua juga sedang menunggu”
ucap Djoko ketika ditanya mengenai sikap terhadap RH.
Djoko
pun berharap agar kasus ini cepat selesai karena juga ditunggu oleh beberapa
pihak, “Harapan saya pun semoga kasus ini jelas terang benderang, yang salah
agar dapat hukuman selayaknya dan semoga tidak ada lagi kasus seperti ini
karena kita juga orang akademis” ucap Djoko.
Tepat
di hari yang sama telah ada aksi virtual yang dilakukan sekelompok Koalisi
Tolak Kekerasan Seksual (KTKS) dengan konsep daring melalui via Zoom. Aksi
virtual ini sebagai ruang untuk menyuarakan kasus pencabulan terhadap nada,
aksi ini pun dihadiri oleh beberapa kalangan mulai dari komunitas, masyarakat
umum, pers mahasiswa sampai dengan civitas akademik.
Menurut
Trisna selaku koordinat KTKS “Aksi ini ditujukan untuk warga UNEJ, namun
ternyata banyak orang di luar Jember yang mengikuti aksi ini dan memberikan
dukungan kepada kita semua. Maksud dari aksi ini juga sebagai sebuah upaya
penyamaan persepsi dan frame berpikir mengenai kasus kekerasan seksual”
ucap Trisna.
Koalisi ini juga membuat dua petisi yakni yang pertama sebagai upaya dukungan untuk Nada dan yang kedua berisi ajakan speak up dan platform pengaduan apabila ada yang mengalami kekerasan seksual. Tutup Trisna “Yang harus berani Speak Up itu bukan Cuma korban, tapi Speak Up mengenai pemahaman kita tentang kekerasan seksual dan dukungan kita kepada korban”
Link Petisi :
Komentar
Posting Komentar